Senin, Januari 24, 2022

Pembahasan Seputar Riba

Definisi Riba
  • Secara bahasa:
    Riba adalah ziyadah yang artinya tambahan
  • Secara syariah:

    اَلرِّبَا هُوَ كُلُّ زِيَادَةُ لِأَحَدَ الْمُتَعَاقِدَيْنِ فِي عَقْدِ الْمُعَاوَضَة مِنْ غَيْرِ مُقَابِلْ اَوْ هُوَ الزِّيَادَةُ فِيْ مُقَابِلِ الْاَجَلْ


    Riba adalah setiap tambahan bagi satu pihak dari dua pihak yang berakad dalam akad pertukaran (jual beli) tanpa pengganti, atau riba adalah setiap tambahan sebagai pengganti dari tempo (waktu). (Abdul Aziz Al Khayyath, Asy-Syarikat fi Asy Syari'ah Al Islamiyyah wa Al Qanun Al Wadh'i, juz 2 hal 168)
Definisi riba tersebut sebenarnya merupakan gabungan dari definisi dua jenis riba, yaitu:
  1. Riba fadhl (riba al buyuu')
    Adalah setiap tambahan bagi satu pihak dari dua pihak yang berakad dalam akad pertukaran (jual beli).

    Contoh:
    Kelebihan yang terjadi ketika terjadi pertukaran uang rupiah dengan uang rupiah yang tidak senilai, misalnya 1 lembar uang Rp. 100.000 milik Pak Adi ditukar dengan 18 lembar uang Rp. 5000 milik Pak Budi, sehingga Pak Adi mendapat kelebihan senilai Rp. 10.000. Rp. 10.000 itulah yang disebut dengan riba khususnya riba fadhl (riba yang terjadi dalam jual beli), dalam kasus ini jual belinya adalah pertukaran mata uang.

    Jual beli itu ada 3 cakupan:
    1. Barang ditukar dengan barang, yang dikenal dengan istilah barter
    2. Barang ditukar dengan uang
    3. Uang ditukar dengan uang, pertukaran mata uang/perdagangan valuta

  2. Riba nasi'ah (riba ad duyyuun)
    Adalah setiap tambahan sebagai pengganti dari tempo (waktu) dalam utang piutang. Waktu merupakan sesuatu yang dapat memberikan tambahan nilai

    Contoh:
    Bunga bank, baik bunga bang yang kecil (misal 0.5%) maupun yang besar (misal 25%). Misalkan seseorang meminjam uang ke bank dan melunasinya 1 tahun yang akan datang dengan bunga 6% per tahun, berarti 6% itu adalah nilai dari waktu, sehingga di sini waktu adalah suatu yang dapat memberikan tambahan nilai.

Hukum riba, baik itu riba fadhl ataupun riba nasi'ah adalah haram, sesuai QS Al Baqarah ayat 275:

وَأَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا

"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"

Hadits Nabi SAW:
"Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan!". Mereka (para sahabat) bertanya, "'Apa itu ya Rasulullah?' Sabda Nabi: syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, dan menuduh zina kepa wanita mukmin yang baik-baik." (HR Bukhari)

Riba termasuk dosa besar, pentingnya kita tahu bahwa sesuatu itu termasuk dosa besar atau kecil adalah untuk mengetahui cara menghapuskan dosa tersebut. Jika dosa kecil insya Allah akan terhapus dengan ibadah-ibadah atau amal shaleh yang kita lakukan. Tapi kalau dosa besar tidak akan terhapus dengan ibadah atau amal shaleh seperti shalat, puasa, haji atau amal shaleh lainnya, dosa besar hanya bisa diampuni dengan taubat nasuha.

Walaupun di bulan Ramadhan kita sering mendengar hadits Nabi SAW berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa berpuasa Ramadhan atas iman dan perhitungan (mengharapkan ridha/pahala dari Allah), maka akan diampuni oleh Allah dosa-dosanya yang telah lalu"

Dosa apa itu yang diampuni dengan puasa Ramadhan? Para ulama mengatakan itu adalah untuk dosa-dosa kecil. Menurut ulama dosa yang telah lalu akan diampuni oleh Allah karena puasa Ramadhan ini adalah dosa kecil. Sementara riba merupakan dosa besar, apakah dengan puasa Ramadhan dapat menghapuskan dosa riba? Jawabannya adalah tidak. Jadi dosa riba tidak akan diampuni dengan puasa Ramadhan. Karena riba merupakan dosa besar, maka dosa riba hanya dapat diampuni dengan taubat nasuha.

Ada hadits Nabi SAW yang berbunyi:

الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu, Shalat Jumat ke Jumat berikutnya, dan puasa Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa yang di antara semua itu, selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 233]

Dari hadits tersebut jelaslah kalau dengan puasa Ramadhan yang diampuni hanyalah dosa kecil, dosa besar tidak diampuni. Dan dosa besar hanya bisa diampuni dengan taubat nasuha.
Syarat Taubat Nasuha:
  1. Penyesalan dari orang yang berdosa terhadap dosa masa lalunya
  2. Berhenti dari perbuatan maksiat yang dilakukan
  3. Bertekad kuat tidak akan mengulanginya lagi pada masa yang akan datang
  4. Jika berkaitan dengan manusia, selesaikan masalahnya

Orang yang melakukan dosa besar, tidak layak menjadi saksi, misalnya saksi nikah. Karena orang yang menjadi saksi haruslah orang yang adil, syarat orang yang adil itu ada 3:
  1. Tidak melakukan dosa besar
  2. Tidak terus menerus melakukan dosa kecil
  3. Tidak melakukan hal-hal yang merusak kepatutan (mura'ah)
Sementara riba adalah dosa besar, jadi orang yang melakukan riba tidak bisa menjadi saksi, termasuk saksi nikah.

Dosa Riba
Hadits Nabi SAW:

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً

"Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hadits Nabi SAW:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim no. 1598)

Hadits Nabi SAW:

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ

"Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)

Riba akan menyulitkan perekonomian individu, masyarakat, dan negara. Riba bukan hanya dosa tapi juga akan menimbulkan masalah-masalah ekonomi yang luar biasa berat. Contohnya pajak yang semakin mencekik rakyat, kenapa pajak itu menjadi banyak macam dan variasinya? Karena itu diperlukan untuk membayar utang pemerintah. Kenapa utang pemerintah besar? Di samping besarnya utang itu juga sudah besar dan menjadi lebih besar lagi karena bunga (dari utang itu), bunga itu adalah riba. Siapa yang membayar utang pemerintah? Yang membayar utang pemerintah itu ternyata bukan pemerintah, tapi yang membayar utang pemerintah adalah rakyat lewat pajak, sehingga banyak usaha-usaha dikenakan pajak. Itulah salah satu contoh dampak riba, di samping masih banyak contoh yang lain.

Hadits Nabi SAW:

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

"Apabila telah merajalela (terang-terangan/terbuka) zina dan riba di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka (mendapat) azab Allah". (HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Azab Allah itu bisa berupa musibah-musibah seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor. Musibah-musibah atau fenomena-fenomena tersebut memang dapat dijelaskan secara sains dan teknologi. Misalkan banjir, terjadi karena reboisasi atau penghijauan yang tidak berhasil, atau karena sampah, atau karena dan lain-lain sebagainya, tapi apakah banjir itu terjadi cuma karena karena hal-hal itu saja? Atau apakah yang namanya banjir itu juga diakibatkan oleh dosa manusia? Contoh lain gempa bumi terjadi karena pergerakan lempeng-lempeng bumi? Benar kalau untuk penjelasan secara sains dan teknologi, tapi apakah karena gempa bumi itu terjadi karena itu saja? Tentu tidak, Allah juga memberi penjelasan lewat NabiNya bahwa terjadinya musibah-musibah itu adalah bagian azab Allah karena dosa yang dilakukan oleh manusia, salah satunya adalah zina dan riba. Memang secara sains dan teknologi penyebab gempa bumi adalah karena adanya pergerakan lempeng-lempeng bumi, tapi yang menggerakkan lempeng-lempeng bumi itu adalah Allah.

Begitu juga sebagai contoh lainnya azab Allah terhadap kaum Nabi Luth, mungkin juga bisa dijelaskan secaa sains dan teknologi, tapi tentu semua itu terjadi atas kehendak Allah/murka Allah

Riba fadhl terjadi pada 6 jenis barang ribawi:
  1. Emas
  2. Perak
  3. Gandum
  4. Jewawut
  5. Kurma
  6. Garam
Riba fadhl juga terjadi pada uang, karena uang disamakan hukumnya dengan emas (dinar) dan perak (dirham).

Contoh riba fadhl:
  1. Kurma kualitas bagus seberat 1 kg ditukar dengan kurma kualitas sedang seberat 2 kg. Kelebihan (tambahan) kurma kualitas sedang seberta 1 kg inilah yang disebut dengan riba fadhl
  2. Uang Rp. 100.000 satu lembar ditukar dengan uang Rp. 5.000 18 lembar. Kelebihan (tambahan) Rp. 10.000 inilah yang disebut dengan riba fadhl
Hadits Nabi SAW:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

"Dari Ubadah bin Shamit, Rasulullah bersabda, “Jika emas dibarter dengan emas, perak dibarter dengan perak, gandum burr dibarter dengan gandum burr, gandum sya’ir dibarter dengan gandum sya’ir, kurma dibarter dengan kurma, garam dibarter dengan garam maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda jenisnya (misalkan emas ditukarkan dengan gamdum) maka juallah sesukamu asalkan tunai.” [H.R. Muslim]."

Berdasarkan hadits tersebut, syarat untuk pertukaran (jual beli) barang-barang ribawi yang enam adalah:
  • Jika barang yang ditukarkan sejenis (contoh emas dengan emas, dan seterusnya), maka syaratnya ada 2:
    1. Tamaatsul (sama beratnya atau takarannya)
    2. Taqaabudh (secara kontan, yaitu terjadi serah terima di majelis akad)
  • Jika barang yang ditukarkan berbeda jenis (emas dengan gandum, dan seterusnya), maka syaratnya hanya satu, yaitu taqaabudh (secara kontan, yaitu terjadi serah terima di majelis akad)
  • Jika mata uang ditukar dengan mata uang sejenis (misal rupiah dengan rupiah), wajib memenuhi 2 syarat:
    1. Harus sama nilainya, tidak boleh ada kelebihan/tambahan
    2. Harus kontan atau terjadi serah terima di majelis akad, tidak boleh ditangguhkan
  • Jika mata uang ditukar dengan mata uang yang tidak sejenis (misal dolar dengan rupiah), wajib memenuhi satu syarat saja, yaitu: Harus kontan, artinya terjadi serah terima di majelis akad, sehingga tidak boleh ditangguhkan (kredit/angsuran), namun boleh ada tambahan (boleh tidak sama nilainya)
Definisi riba nasii'ah:
  • Riba nasii'ah: tambahan sebagai pengganti dari waktu
  • Riba nasii'ah: riba dalam utang piutang (riba al duyuun)
  • Termasuk di dalam riba nasii'ah: riba dalam akad qardh (pinjaman)
  • Riba dalam qardh

    Uang yang ditransfer oleh customer kepada virtual account (seperti gopay, shopee, dkk) statusnya adalah qard (pinjaman/utang) bukan wadi’ah (titipan). Status uang yang ada di virtual account sama persis dengan status uang yang ada di bank konvensional.

    Berikut penjelasan tentang titipan.
    Bisakah uang customer di bank berstatus sebagai titipan? Jawabannya adalah bisa, salah satunya adalah dengan cara menyewa safe deposite box dan customer menaruh uangnya di dalam kotak tersebut, safe deposite box itu merupakan suatu kotak yang kuncinya ada dua, satu kuncinya dipegang oleh pihak bank dan satu lagi dipegang oleh customer, dan untuk membuka kotak itu harus mempergunakan kedua kunci tersebut, artinya kotak itu tidak bisa dibuka oleh pihak bank saja atau oleh customer saja. Akad seperti ini disebut dengan wadi’ah (titipan), cirinya adalah ketika uang tersebut diambil lagi oleh customer maka nomor seri dari uang tersebut tidak berbeda. Jadi ciri titipan itu adalah ketika barangnya kita ambil lagi itu adalah barang yang sama bukan barang yang berbeda
    Contoh lain dari titipan adalah, misalkan saat mau shalat Jum’at kita titip sandal, nanti selesai shalat Jum’at sandalnya diambil lagi, itu adalah sandal yang sama yang ketika tadi kita titipkan.
    Contoh lain adalah kita titip motor di pasar, ketika sudah siap belanja di pasar dan ketika mau pulang motor kita ambil lagi, maka motor yang diambil adalah motor yang sama saat awal dititip tadi.

    Berikut penjelasa tentang pinjaman.
    Misalnya kita punya uang Rp. 1 juta di bank, tapi bukan ditaruh di dalam safe deposite box tapi disetor tunai ke dalam rekening bank yang kita punya. Beberapa hari setelah itu kita ambil lagi uang itu lewat mesin ATM, maka uang kita yang kita ambil dari mesin ATM nomor serinya berbeda dengan yang kita setor ke dalam rekening. Maka kasus seperti ini statusnya adalah pinjaman bukan titipan, karena yang namanya titipan barang yang kita serahkan dengan yang kita terima itu adalah barang yang sama.
    Makanya uang yang ditransfer oleh customer kepada virtual account (seperti gopay, shopee, dkk) statusnya adalah qard (pinjaman/utang) bukan wadi’ah (titipan). Jadi uang yang kita simpan di rekening bank atau di virtual account itu adalah pinjaman yang secara teknis disebut tabungan, tapi secara syariah tabungan itu adalah pinjaman (bank minjam ke customer)
    Contoh lain pinjaman (qardh) adalah seseorang meminjamkan uang kepada temannya untuk membeli makan, keesokan harinya temannya membayar uang yang dipinjamnya tersebut, maka hamper bisa dipastikan uang yang dibayar memiliki nomor seri yang berbeda dengan uang yang dipinjam kemaren.

    Yang jadi permasalahan adalah ketika qardh ini mendatangkan manfaat kita (misalkan dapat bunga, hadiah, dll) maka itu statusnya adalah riba, karena ada hadits Nabi yang berbunyi: Tapi kalau qardh itu dimanfaatkan/digunakan sebagai alat pembayaran maka hukumnya boleh, tapi ketika kita melakukan pembayaran dengan itu kita bisa mendapatkan manfaat (seperti diskon, cashback, bebas ongkir, dll) maka itu adalah riba, haram hukumnya. Segala manfaat yang muncul karena qardh, baik berupa manfaat beruba barang ataupun manfaat berupa jasa hukumnya adalah haram karena termasuk riba
Bunga bank adalah bentuk modern riba nasi'ah. Bunga pada transaksi lain juga termasuk riba nasi'ah antara lain:
  1. Bunga di pegadaian
  2. Bunga di asuransi
  3. Bunga di koperasi
  4. Bunga utang luar negeri
  5. Bunga utang dalam negeri (obligasi/surat utang negara)
  6. Bunga di asuransi
  7. Bunga di rentenir
  8. Pinjaman online
  9. Dan lain-lain
Menyimpan uang di bank ribawi dengan akad riba hukumnya haram, walaupun bunganya tidak diambil. Menyimpan uang di bank ribawi tanpa akad riba hukumnya syubhat

Perkara syubhat sebaiknya ditinggalkan, sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW:

عَنْ عَطِيَّةَ السَّعْدِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لَا بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ

Dari ‘Athiyyah As Sa’di ra, beliau termasuk sahabat Nabi SAW, berkata: Rasulullah saw bersabda, “Seorang hamba tidak akan sampai pada derajat orang orang muttaqin sehingga dia meninggalkan sesuatu yang tidak terlarang karena khawatir terjatuh pada yang terlarang.” (HR. Tirmidzi & Al Hakim)

Ada juga yang menterjemahkan seperti berikut:

Seorang hamba tak akan mencapai derajat muttaqin hingga dia meninggalkan sesuatu yang tak ada dosanya khawatir di situ ada dosanya (HR Tirmidzi & Al Hakim)

Tanya jawab:
  1. Bagaimana solusi jika telah terlanjur meminjam uang ke bank (atau tempat lainnya) yang ada unsur ribanya
    Jawab:
    Jika sudah tahu itu riba maka solusinya adalah langsung berhenti dari riba, caranya adalah berupaya menghapuskan semua bentuk-bentuk riba. Dalam kredit perbankan biasanya bentuk riba itu ada 3: bunga, denda, dan ongkos lain-lain (BDO). Lakukan negosiasi dengan bank (tempat pinjam uang lainnya) untuk meminta agar bebas dari BDO. Hal seperti ini tidak merupakan sesuatu yang mustahil karena sudah pernah berhasil dilakukan oleh sebuah komunitas yang disebut dengan komunitas MTR: Masyarakat Tanpa Riba

  2. Bolehkah harta riba disedekahkan atau diinfakkan?
    Jawab:
    Harta riba haram disedekahkan/diinfakkan. Yang wajib kita lakukan adalah membebaskan diri dari riba. Contoh kita sudah terlanjur menabung di bank dengan akad riba sehingga bunga dari tabungan kita itu sudah masuk ke rekening kita, bagaimana cara membebaskan diri dari harta riba tersebut? Caranya adalah memberikan harta riba itu kepada orang secara diam-diam sehingga orang yang diberi dan orang lain tidak tidak ada yang tahu, bukan disedekahkah/diinfakkan. Karena sedekah itu untuk mencari pahala maka haruslah dari harta yang halal, sementara uang riba ini adalah aib, yang namanya aib jangan diberikan kepada orang lain sebagai sedekah. Jika kita mensedekahkan harta riba malah itu akan mendatangkan dosa.

    Sabda Nabi SAW:

    مَنْ جَمَعَ مَالًا مِنْ حَرَامٍ ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ أَجْرٌ، وَكَانَ أِصْرُهُ عَلَيْهِ

    Barang siapa yang mengumpulkan harta yang haram, kemudian dia bersedekah dengannya (harta haram tersebut) maka tidak ada pahalanya, bahkan dia akan mendapat dosa. (HR Al-Baihaqi, Al-Hakim, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah)

    Contoh harta/uang haram: harta rampokan, harta korupsi, harta manipulasi, harta gratifikasi, harta riba, dan contoh-contoh lainnya. Kalau kita sudah tahu kalau kita sedang melakukan perkara riba maka haruslah langsung berhenti dari perkara riba tersebut tanpa menunggu nanti. Namun apabila sudah berhenti dan ternyata sejak berhenti tersebut sudah terlanjur memiliki harta riba, karena harta riba itu merupakan salah satu aib, maka para ulama memberikan rekomendasi untuk membersihkannya dengan cara berikan pada orang lain secara diam-diam bukan secara terang-terangan

  3. Denda telat bayar listrik (PLN) atau air (PDAM) apakah termasuk riba?
    Jawab:
    Iya, termasuk riba, jadi denda tersebut hukumnya adalah haram. Karena denda itu menjadi tambahan dari pokok utang, tambahan dari pokok utang adalah riba. Misalkan kita memakai listrik PLN bulan Oktober 2021 dan bulan Oktober 2021 sudah lewat dan tagihannya belum dibayar, maka terhitung tanggal 1 November 2021 kita sebenarnya sudah terhutang ke PLN sebesar tagihan Oktober 2021. Batas pembayaran tagihan PLN adalah tanggal 20 pada bulan berikutnya, berarti jika tagihan Oktober 2021 itu dibayar lewat dari tanggal 20 November 2021 maka akan dikenakan denda, maka denda tadi merupakan tambahan dari pokok utang (tagihan PLN Oktober 2021), tambahan dari pokok utang adalah riba. Jadi denda telat bayar listrik tersebut adalah riba, begitu juga untuk denda telat bayar air dan lain-lain sejenisnya

0 komentar: